Proses penyelesaian sengketa/konflik di masyarakat Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan. Kemudian muncul penyelesaian sengketa alternatif yang dikenal dengan nama ADR (Alternative Dispute Resolution). Bentuk ini menekankan pada pengembangan metode penyelesaian jkonflik yang bersifat kooperatif di luar pengadilan. Metode penyeleseaian sengketa ADR bersifat consensus, dapat diterima para pihak yang bersengketa (mutual acceptable solution)dengan “informal procedure”.
Adapun ADR ditujukan untuk tercapainya efesiensi yang lebih besar, terutama untuk mengurangi biaya dan keterlambatan, selain itu juga ADR ditujukan untuk memberdayakan individu atau perorangan, mengingat proses konvensional, para lawyer menggunakan prosedur dan Bahasa serta argument mereka sendiri melalui ajudikasi dan berperkara di pengadilan.
ADR selanjutnya berkembang menjadi pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Bentuk dari Alternative Dispute Resolution ini berbagai macam yakni Negosiasi,Good Offices, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Summary Jury Trial, Rent a Judge, Med- arb, Hybrid, dan CADR/ADR.
Dalam hal ini penulis memilih Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa sebagaimana yang telah penulis uraikan pada paragraf sebelumnya. Mediasi itu sendiri diterapkan oleh karena lambannya proses penyelesaian sengketa di pengadilan, dengan kata lain sebagai jawaban atas ketidakpuasan dalam sistem peradilan yang kompleks.
Ruang lingkup sengketa yang dapat diselesaikan melalui ADR sangat luas meliputi hampir seluruh aspek hukum. Dapat penulis persempit dalam pembahasan yakni mengenai perdagangan internasional, mediasi merupakan pilihan suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang. Proses penyelesaian sengketa melalui perundingan antara pihak yang berperkara dibantu oleh mediator. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi, ia sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak dan berupaya untuk mendamaikan para pihak dengan memberikan saran serta penyelesaian dalam sengketa oleh karena itu mediator mempunyai fungsi utama yaitu mencari solusi atau penyelesaian yang dapat disepakati oleh para pihak.
Menurut Gerald Cooke menggambarkan kelebihan mediasi yaitu:
“Where mediation is successfully used, it generally provides a quick, cheap and effective result. It is clearly appropriate, therefore, to consider providing for mediation or other alternative dispute resolution techniques in the contractual dispute resolution clause.”Gerald Cooke menjelaskan bahwa mediasi memberikan hasil yang cepat, murah dan efektif, namun para pihak juga tidak wajib ataupun menyelesaikan sengketanya melalui media mediasi terlebih dahulu.
Penyelesaian sengeketa menggunakan metode ADR tidak hanya digunakan di Indonesia, tentunya penyelesaian ini juga digunakan dalam penyelesaian sengketa dagang antar negara. Beberapa stakeholders atau subjek hukum dalam hukum perdagangan internasional, yaitu negara, perusahaan atau individu, dan lain-lain. Dalam hukum internasional berkembang pengertian jure imperii dan jure gestiones. Jure imperii adalah tindakan-tindakan negara di bidang publik dalam kapasitanya sebagai negara berdaulat, sehingga tindakan-tindakannya tidak akan pernah diuji atau diadili di hadapan badan peradilan. Jure gestiones, yaitu tindakan-tindakan negara di bidang keperdataan atau dagang. Jika di kemudian menimbulkan sengketa dapat saja diselesaikan di hadapan badan-badan peradilan umum, arbitrase, dan lain-lain.
Penyelesaian sengketa internasional hampir sama dengan yang dilakukan pada umumnya di Indonesia, yakni Penyelesaian sengketa melalui Lembaga Arbitrase Internasional Publik dan Penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional.
Penyelesaian sengketa secara damai menjadi pilihan yang utama diamanatkan oleh PBB sebagaimana dengan tujuan PBB Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk itu: mengadakan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap perdamaian; dan akan menyelesaikan dengan jalan damai, serta sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, mencari penyesuaian atau penyelesaian pertikaian-pertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat mengganggu perdamaian. Dalam Pasal 2 terdapat dua kewajiban untuk menempuh cara-cara penyelesaian sengketa secara damai yang pertama Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB. Pasal ini mewajibkan semua negara anggotanya untuk menempuh cara- cara penyelesaian sengketa secara damai.
Pasal 33 Piagam PBB menyatakan “Para pihak dalam suatu bersengketa yang nampaknyasengketa tersebut akan membahayakan perdamaian dan keamanan internasional harus pertama- tama mencari penyelesaian dengan cara negosiasi (perundingan), penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan, menyerahkannya kepada organisasi organisasi atau badan-badan regional, atau cara-cara penyelesaian damai lainnya yang mereka pilih.”
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1889 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent Court of Arbitration. Batasan mengenai badan arbitrase Internasional public ini adalah suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang ditunjuk dan disepakati para pihak secara sukarela untuk memutus sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.
Sebagai satu contoh sengketa perdagangan di Indonesia yang menjadi sudut pandang penulis yakni dalam sengketa Indonesia yang akan digugat oleh Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia yakni World Trade Organization (WTO) mengenai kebijakan larangan ekspor biji nikel yang diterapkan Indonesia. Indonesia sendiri masuk dalam keanggotaan WTO sejak 1
Januari 1995. Pasalnya, kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 lalu ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.
Larangan ekspor nikel ini didahului sebelumnya pada UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kemudian aturan ini juga dibuatkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri untuk implementasinya.
Dalam penyelesaian melalui WTO tersebut dapat memberikan peluang bagi Indonesia untuk menentukan sikap serta memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa tersebut. Pada WTO tersebut Indonesia dapat menyampaikan alasan tidak dilakukan ekspor nikel kepada Eropa, tentunya disini penulis berharap melalui WTO ini tidak menjadikan perekonomian Indonesia memburuk akibatnya. Sebagaimana tujuan WTO itu sendiri yakni memfasilitasi negara dalam bernegosiasi.
Adapun dampak yang buruk akan diterima Indonesia yakni di bidang fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, di bidang perekomian menjauhkan investor yang hendak menanamkan modal di Indonesia yang seharusnya berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), investasi smelter nikel di Indonesia hingga 2024 mendatang diperkirakan mencapai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 119 triliun (asumsi kurs Rp 19.000 per US$).
Tidak selamanya setiap sengketa itu perlu diselesaikan melalui jalur peradilan justru hal pertama solusi yang harus dilakukan yaitu penyelesaian sengketa melalui jalur media luar pengadilan (non litigasi) yang tentunya lebih banyak menambah keuntungan untuk melakukan perundingan terlebih dahulu sebelum bersengketa. Selain itu penulis juga menambahkan kelebihan dari Penyelesaian sengketa melalui Lembaga Arbitrase Internasional Publik yaitu relatif lebih mudah, serta kesepakatan dibuat sendiri oleh pihak bersama-sama dengan Lembaga pihak ketiga, tentunya juga tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya dan waktu yang tidak terlalu lama. Perdamaian merupakan cara terbaik dalam menyelesaikan perkara dan mencari solusi, tentunya selain itu dengan jalur Penyelesaian sengketa melalui Lembaga Arbitrase Internasional Publik ini jalan yang dapat ditempuh untuk mengurangi tumpukan berkas yang ada di Mahkamah Internasional.
Octary Memilia, Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Jambi.
Email: Octarymemi25@gmail.com
Social Plugin